AMU JUN ,Dimanakah Mbok-mbok penjual jamu jun sekarang ? ...
KALAU jamu tradisional identik dengan rasa pahit, tidak demikian dengan
jamu jun. Jamu ini berasa manis rempah sehingga lebih menyerupai wedang.
Dengan minum jamu jun dua manfaat dapat diperoleh sekaligus, yakni
badan sehat, dan perut nyaman.
Dinamakan jamu jun, lantaran saat dijajakan, minuman itu ditaruh dalam
jun ( semacam gentong kecil berleher sempit untuk tempat air wadah air
dari gerabah/tanah liat). Tapi jun bukan tempat jin ya .. Agar senantiasa hangat, bagian luar jun dibungkus dengan daun jati. Jamu jun disajikan menggunakan mangkuk.
Jamu jun tidak seperti jamu pada umumnya, karena rasanya manis dan
berempah. Jamu jun terbuat dari campuran air, tepung beras, tepung
ketan, santan, gula jawa, gula pasir, daun pandan, serta 18 jenis rempah
yang disebut sariwangi batanget. Bahan rempah antara lain jahe, serai,
merica, dan kayu manis. Biasanya ketika disajikan, jamu jun ditambah
bubuk merica, selo (bubuk putih dari bahan herbal), serta bola-bola
kecil berwarna coklat yang dinamakan krasikan. Bola-bola ini dibuat dari
parutan kelapa, jahe, gula merah, dan tepung ketan. Jamu jun ini
katanya asli Demak, tapi malah sepertinya menjadi minuman khas Semarang.
Sekarang ini jamu jun sudah cukup sulit ditemui. Waktu saya kecil, ada
beberapa mbok-mbok penjual jamu jun dengan tampilan khasnya, berkebaya
dan jarik batik, memakai caping, menggendong bakul dagangan serta
menenteng ember kecil berisi air untuk mencuci mangkok. Sekarang penjual
jamu jun jarang ditemui. Setidaknya di kampung saya, masih ada satu
penjual yang masih eksis dan itu pun jarang lewat. Dulu anak-anak kecil
suka jajan jamu jun sambil berjongkok mengelilingi penjualnya, menikmati
jamu jun. Kecil-kecil sudah hobi wedangan, hehe. Ternyata sampai
sekarang juga masih seperti itu. Pembeli yang masih anak-anak suka
jongkok mengitari si penjual sambil mengobrol (obrolan anak kecil
tentunya). Yang paling saya ingat, kebanyakan anak suka minta tetesan
jamu yang ada di ciduk jamunya itu, yang ditaruh di mangkok tersendiri,
lalu mangkok yang berisi sisa jamu yang menempel di ciduk itu di-tus
(istilah jawa, semacam diteteskan) di mangkoknya sendiri. “Lik imbohi
jamune lik!”
Salah satu penjual jamu jun yang masih eksis adalah Karsipah (45).
Setiap hari dia mangkal di Pasar Gangbaru, kawasan Pecinan Semarang.
Perempuan asal Desa Poncoharjo, Kecamatan Bonang, Demak ini sudah
menjajakan jamu jun sejak 15 tahun lalu. Dia mewarisi pekerjaan itu
secara turun temurun dari nenek moyangnya dulu.
Menurut Karsipah, jamu jun produk asli Poncoharjo, Bonang.
Bertahun-tahun sebagian warga desa itu membuat dan menjualnya sebagai
mata pencaharian. Selain di Demak, mereka juga menjajakan jamu jun di
Semarang. Bahkan dalam perkembangannya, minuman penghangat itu lebih
dikenal sebagai khas Semarang.
”Sekarang, warga Poncoharjo yang membuat dan menjual jamu jun tinggal
sekitar 10 orang. Lebih dari separonya ider di Semarang. Tapi saya ndak
tahu, di mana persisnya mereka jualan,” katanya.
Relatif Murah
Karsipah sendiri baru tiga tahun mangkal di Pasar Gangbaru. Dia
menempati dasaran milik Jatmi, ibunya, yang sudah tak lagi berjualan.
Sebelum itu, Karsipah membuka dasaran di Pasar Johar. Dia memilih pindah
karena di Gangbaru jumlah pembelinya relatif lebih banyak.
”Pagi sampai siang saya jualan di Gangbaru. Agak sore keliling ke
kampung-kampung di sekitar Kauman. Sehari saya bisa habis dua jun.
Selain jual eceran, saya juga sering dapat pesanan untuk acara resepsi,”
ujar Karsipah yang mengontrak rumah di Kampung Sukolilo.
Harga jamu jun relatif murah, semangkuk cuma Rp 2.000. Jika satu jun
berisi 50 mangkuk jamu, omzet Karsipah dalam sehari rata-rata Rp
200.000.
Tetapi kadang anak hanya membeli cuma Rp.1000,- ya tetap dilayani,kasihan anak-anak katanya.
Sebagian hasil penjualan dipakai kembali untuk membeli bahan baku.
Beberapa bahan cukup dibeli di Semarang, namun khusus ramuan sariwangi batanget hanya bisa diperoleh di Pasar Bintoro, Demak.
Sumber :
- http://loenpia.net/blog/umum/jamu-jun-apa-kabar.html
- http://suaramerdeka.com/v1/index.php...dan-Berkhasiat
Tradisi kuliner ini perlu untuk dikemabangkan bahkan mungkin bisa menjadi kuliner khas Desa Poncoharjo
BalasHapussiph...
BalasHapus