KENAPA ENGGAN MENGELUARKAN ZAKAT…?
Di setiap agama pasti ada ritual
yang dijadikan sebagai cara beribadah yang diwajibkan oleh agama tersebut hal
demikian juga pasti ada pada Agama Islam, agama yang dianut oleh semua penduduk
Desa Poncoharjo, dan diantara ritual itu adalah Shalat lima waktu dan juga
menunaikan zakat.
![]() |
Foto diambil dari group CCC (Cah Cuwati Community) on Facbook |
Firman Allah SWT:
وأقيمواالصلاة وأتواالزكوة واركعوا مع الراكعين
(البقرة:٤٦)
Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah Zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (QS.Al
Baqarah:46)
Disamping shalat, zakat adalah
suatu kewajiban bagi seorang muslim sebagaimana banyak keterangan hukum syar'inya (Qur'an Haditsnya), Jika shalat
yang menjadi ukuran kesalehan seseorang mungkin penduduk kampung ini, mungkin
lebih dari 50 % digolongkan orang yang demikian, namun dasar Rukun Iman yang
lain tidak (tepatnya belum) dilakukan khusunya menunaikan
zakat, baik orang awamnya maupun (Maaf) para [dalam persepsi saya:maaf jika salah] agamawannya.
Zakat khususnya Zakat Mal pertanian, khusunya padi belum nampak diperhatikan, tepatnya belum ditunaikan oleh penduduk
desa ini yang hampir seluruhnya adalah petani padi, yang harus dikeluarkan
zakatnya saat panen 5 % karena dialiri dengan mesin pompa air.
Entah apa dan mengapa sampai
dengan hari ini orang belum ‘memberanikan’ diri untuk berzakat padi. Untuk
itulah saya mencoba menulis tulisan ini yang bertujuan bukan untuk mengkoreksi
pelaku, lebih kepada mencari tahu apa penyebabnya…..mari kita simak bersama….
Bertani khusunya padi kini
dirasakan oleh penduduk desa semakin berat, terlebih bagi mereka yang menyewa
lahan ‘tahunan’ untuk garapannya dirasa harganya dari tahun (baca:Musim Tanam
Setahun) ke tahun semakin mahal dan tinggi, di samping itu biaya mulai dari
penanaman, perawatan. pemupukan, sampai pemanenan dirasa sangat mahal, sebagai contoh kami akan gambarkan sebagai berikut:
Ø Penanaman:
Petani harus
menggemburkan tanah dengan mesin traktor yang biayanya cukup tinggi, tidak hanya
itu petani harus membayar biaya pengeboran/penyedotan air untuk mengaliri sawah. kemudian petani melakukan penanaman benih padi.
Padi yang sudah ditanam sebelumnya yang berumur kurang lebih dua puluh lima
hari akan dicabut kemudian ditanamkan di areal persawahan. Tentunya ini
membutuhkan biaya besar karena memerlukan jasa pekerja.
Ø
Pemupukan dan perawatan.
Perawatan dan pemupukan
juga tidak kalah besar biayanya dimulai dengan menanam kembali benih padi ada yang satu dua yang mati dan harus disulam, kemudian dilanjutkan dengan pemupukan. Pada
saat pemupukan inilah para petani harus membutuhkan dana yang besar untuk
pembelian pupuk sehingga bukan rahasia umum lagi banyak BPKB Motor/ Mobil yang digadaikan untuk biaya penanaman dan juga perawatan termasuk pembelian pupuk meski sudah disubsidi pemerintah namun harga yang tinggi membuat petani
merasa keberatan. Seteleh beberapa minggu masa tanam saatnya para petani harus
melanjutkan perawatnnya dengan penyemprotan obat pembunuh gulma (tumbuhan
pengganggu) setelah itu juga akan dilanjutkan dengan penyemprotan obat insektisida.
Pada periode berikutnya seorang petani harus melanjutkan perawatannya dengan
memupuk tanamannya untuk yang kedua kalinya.
Bahkan yang tidak
kalah menggangunya bagi petani adalah serangan tikus yang akan merusak padi yang
baru menguning untuk itulah para petani menggunkan cara yang ekstrim
untuk membunuh tikus yakni dengan cara mengalirkan arus listrik tegangan tinggi
ke areal persawahan meski cari ini dirasa efektif tapi sangat berbahaya,
terbukti sejak ditemukannya cara penyetruman ini oleh petani, sudah tiga nyawa
manusia menjadi korban. Terakhir sahabat penulis yang harus meregang nyawa
karena tersengat arus listrik. Semoga cara ini segera akan ditinggalkan oleh
petani jika tidak, harus berapa lagi nyawa melayang sia-sia. Dan akhirnya anak
korban harus menjadi yatim serta tangisan janda baru yang menyayat hati.sungguh
tragis.
Ø
Pemanenan
Musim panenpun
tiba, saatnya penduduk desa bergembira, namun kenyataan yang sebenarnya kadang
berbeda, petani justru pusing tujuh keliling, menawarkan kesana kemari hasil
penennya, dan jika tengkulak mau membelinya maka dibeli dengan harga murah yang
dibeli dengan cara ditebas yakni dengan membeli padi masih dipohonnya. Permasalahnnya
tidak sampai disitu, kemudian setelah kesepakatan terjadi akad jual beli
terpenuhi ternyata petani hanya diberikan uang muka sepersekian (baca:kecil)
saja hal ini tentu menguntungkan para
tengkulak ya…dengan hanya memberikan uang muka sangat kecil kepada penjual (petani),
maka si tengkulak akan bisa berspekulasi jika nanti harga turun atau karena
sebab lain maka pembeli bisa membatalkan sepihak akad penjualan atau juga membiarkannya
berada di sawah sampai pada mengering ditangkainya, entah apa tujuannya, tapi
menurut hemat penulis tengkulak mau mengambil keuntungan dari cari ini, yakni
jika padi mulai kering maka pasti akan mengurangi bobot tombangan ini bisa
dimungkinkan akan memotong kesepakatan akad awal jual beli yakni akan mengurangi
harga jual kesepakatan awal misalnya tadinya kesepakatnnya satu bahu (± 0.75 Ha) 9 Juta karena
merasa rugi maka pembeli akan mengurangi nominal harga dari kesepakatan awal pada saat pelunasan pembayaran, sungguh praktek yang merugikan dan tentu ini
dilarang agama naudzubillah. terlebih jika musim penghujan petani kadang
sampai merugi besar jika panennya udah sepakat terjual namun pembeli
membiarkannya sampai pada ambruk…kalau sudah begitu dapat ditebak pembatalan akad sepihak ”terlalu” kata Bang Haji….Hehehe..
Dan jika akan
dipanen sendiri, petani kesulitan mencari jasa pemanen padi ataupun jika ada
pasti meminta harga yang mahal satu bahu (±0.75 Ha) bisa membutuhkan 'Ongkos Pemanenan' mencapai 3 juta Rupiah….sungguh nasib petani yang memilukan.
Ø
Penjualan
Setelah dipanen
sendiri dan dikeringkan, saatnya para petani menjual hasil pertanian mereka
kepada tengkulak, di sinilah petani juga merasa dirugikan betapa tidak para
tengkulak yang keseluruhnnya warga setempat, melarang pihak luar desa untuk
ikut serta membeli hasil penen warga desa, tentunya ini praktek terlarang (monopoli) betapa
tidak, para pembeli tidak bersaing dengan harga yang tinggi.
Dari uraian
diatas jelas sudah biaya operasional mulai penanaman sampai dengan pemanenan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan sangat mahal, dan jika akan
menjualpun petani masih tidak bisa menjual
dengan harga yang tinggi karena tidak bisa bersaing dengan pembeli luar yang
bisa bersaing harga pembelian.
Untuk alasan yang
saya sebutkan di ataslah menurut hemat penulis yang menyebabakan penduduk desa ‘enggan’
untuk tidak dibilang 'tidakmau' menunaikan zakat malnya selain Zakat Fitrah kepada
yang berhak yakni fakir-miskin, untuk itulah dasar keimanan yang teguhlah yang
dirasa mampu manjadi pemicunya agar manusia mau mengeluarkan hak fakir miskin
yang 5 persen itu.
Akhirnya kita
berharap kita tetap dan akan terus tetap menjadi seorang muslim sejati, yang
tidak hanya sholat semata namun juga memenuhi kewajiban yang lain antara lain
Zakat mal khusunya mengeluakan zakat panen padi yang dikeluarkan 5 %
setiap kali panen.
Nabi Muhammad
SAW Bersabda:
بنى الاسلام على خمس
شهادة أن لااله الاالله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإتاء الزكوة وصوم رمضان
والحج فى بيته (الحديث) او كما قال
(والله
أعلم بالصواب)
0 komentar:
Posting Komentar