Kamis, 28 Maret 2013

Berani berzakat padi Hebat....

-->
KENAPA ENGGAN MENGELUARKAN ZAKAT…?
Di setiap agama pasti ada ritual yang dijadikan sebagai cara beribadah yang diwajibkan oleh agama tersebut hal demikian juga pasti ada pada Agama Islam, agama yang dianut oleh semua penduduk Desa Poncoharjo, dan diantara ritual itu adalah Shalat lima waktu dan juga menunaikan zakat.
Foto diambil dari group CCC (Cah Cuwati Community) on Facbook
Firman Allah SWT:
وأقيمواالصلاة وأتواالزكوة واركعوا مع الراكعين (البقرة:٤٦)
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah Zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (QS.Al Baqarah:46)
Disamping shalat, zakat adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim sebagaimana banyak keterangan hukum syar'inya (Qur'an Haditsnya), Jika shalat yang menjadi ukuran kesalehan seseorang mungkin penduduk kampung ini, mungkin lebih dari 50 % digolongkan orang yang demikian, namun dasar Rukun Iman yang lain  tidak (tepatnya belum) dilakukan khusunya menunaikan zakat, baik orang awamnya maupun (Maaf) para [dalam persepsi saya:maaf jika salah] agamawannya.
Zakat khususnya Zakat Mal pertanian, khusunya padi belum nampak diperhatikan, tepatnya belum ditunaikan oleh penduduk desa ini yang hampir seluruhnya adalah petani padi, yang harus dikeluarkan zakatnya saat panen 5 % karena dialiri dengan mesin pompa air.
Entah apa dan mengapa sampai dengan hari ini orang belum ‘memberanikan’ diri untuk berzakat padi. Untuk itulah saya mencoba menulis tulisan ini yang bertujuan bukan untuk mengkoreksi pelaku, lebih kepada mencari tahu apa penyebabnya…..mari kita simak bersama….
Bertani khusunya padi kini dirasakan oleh penduduk desa semakin berat, terlebih bagi mereka yang menyewa lahan ‘tahunan’ untuk garapannya dirasa harganya dari tahun (baca:Musim Tanam Setahun) ke tahun semakin mahal dan tinggi, di samping itu biaya mulai dari penanaman, perawatan. pemupukan, sampai pemanenan dirasa sangat mahal, sebagai contoh kami akan gambarkan sebagai berikut:
Ø  Penanaman:
Petani harus menggemburkan tanah dengan mesin traktor yang biayanya cukup tinggi, tidak hanya itu petani harus membayar biaya pengeboran/penyedotan air untuk mengaliri sawah.  kemudian petani melakukan penanaman benih padi. Padi yang sudah ditanam sebelumnya yang berumur kurang lebih dua puluh lima hari akan dicabut kemudian ditanamkan di areal persawahan. Tentunya ini membutuhkan biaya besar karena memerlukan jasa pekerja.

Ø  Pemupukan dan perawatan.
Perawatan dan pemupukan juga tidak kalah besar biayanya dimulai dengan menanam kembali benih padi ada yang  satu dua yang mati dan harus disulam, kemudian dilanjutkan dengan pemupukan. Pada saat pemupukan inilah para petani harus membutuhkan dana yang besar untuk pembelian pupuk sehingga bukan rahasia umum lagi banyak BPKB Motor/ Mobil yang digadaikan untuk biaya penanaman dan juga perawatan termasuk pembelian pupuk meski sudah disubsidi pemerintah namun harga yang tinggi membuat petani merasa keberatan. Seteleh beberapa minggu masa tanam saatnya para petani harus melanjutkan perawatnnya dengan penyemprotan obat pembunuh gulma (tumbuhan pengganggu) setelah itu juga akan dilanjutkan dengan penyemprotan obat insektisida. Pada periode berikutnya seorang petani harus melanjutkan perawatannya dengan memupuk tanamannya untuk yang kedua kalinya.
Bahkan yang tidak kalah menggangunya bagi petani adalah serangan tikus yang akan merusak padi yang baru menguning untuk itulah para petani menggunkan cara yang ekstrim untuk membunuh tikus yakni dengan cara mengalirkan arus listrik tegangan tinggi ke areal persawahan meski cari ini dirasa efektif tapi sangat berbahaya, terbukti sejak ditemukannya cara penyetruman ini oleh petani, sudah tiga nyawa manusia menjadi korban. Terakhir sahabat penulis yang harus meregang nyawa karena tersengat arus listrik. Semoga cara ini segera akan ditinggalkan oleh petani jika tidak, harus berapa lagi nyawa melayang sia-sia. Dan akhirnya anak korban harus menjadi yatim serta tangisan janda baru yang menyayat hati.sungguh tragis.

Ø  Pemanenan
Musim panenpun tiba, saatnya penduduk desa bergembira, namun kenyataan yang sebenarnya kadang berbeda, petani justru pusing tujuh keliling, menawarkan kesana kemari hasil penennya, dan jika tengkulak mau membelinya maka dibeli dengan harga murah yang dibeli dengan cara ditebas yakni dengan membeli padi masih dipohonnya. Permasalahnnya tidak sampai disitu, kemudian setelah kesepakatan terjadi akad jual beli terpenuhi ternyata petani hanya diberikan uang muka sepersekian (baca:kecil) saja  hal ini tentu menguntungkan para tengkulak ya…dengan hanya memberikan uang muka sangat kecil kepada penjual (petani), maka si tengkulak akan bisa berspekulasi jika nanti harga turun atau karena sebab lain maka pembeli bisa membatalkan sepihak akad penjualan atau juga membiarkannya berada di sawah sampai pada mengering ditangkainya, entah apa tujuannya, tapi menurut hemat penulis tengkulak mau mengambil keuntungan dari cari ini, yakni jika padi mulai kering maka pasti akan mengurangi bobot tombangan ini bisa dimungkinkan akan memotong kesepakatan akad awal jual beli yakni akan mengurangi harga jual kesepakatan awal misalnya tadinya kesepakatnnya satu bahu (± 0.75 Ha) 9 Juta karena merasa rugi maka pembeli akan mengurangi nominal harga dari kesepakatan awal pada saat pelunasan pembayaran, sungguh praktek yang merugikan dan tentu ini dilarang agama naudzubillah. terlebih jika musim penghujan petani kadang sampai merugi besar jika panennya udah sepakat terjual namun pembeli membiarkannya sampai pada ambruk…kalau sudah begitu dapat ditebak pembatalan akad sepihak ”terlalu” kata Bang Haji….Hehehe..
Dan jika akan dipanen sendiri, petani kesulitan mencari jasa pemanen padi ataupun jika ada pasti meminta harga yang mahal satu bahu (±0.75 Ha) bisa membutuhkan 'Ongkos Pemanenan' mencapai 3 juta Rupiah….sungguh nasib petani yang memilukan.
Ø  Penjualan
Setelah dipanen sendiri dan dikeringkan, saatnya para petani menjual hasil pertanian mereka kepada tengkulak, di sinilah petani juga merasa dirugikan betapa tidak para tengkulak yang keseluruhnnya warga setempat, melarang pihak luar desa untuk ikut serta membeli hasil penen warga desa, tentunya ini praktek terlarang (monopoli) betapa tidak, para pembeli tidak bersaing dengan harga yang tinggi.
Dari uraian diatas jelas sudah biaya operasional mulai penanaman sampai dengan pemanenan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan sangat mahal, dan jika akan menjualpun petani  masih tidak bisa menjual dengan harga yang tinggi karena tidak bisa bersaing dengan pembeli luar yang bisa bersaing harga pembelian.
Untuk alasan yang saya sebutkan di ataslah menurut hemat penulis yang menyebabakan penduduk desa ‘enggan’ untuk tidak dibilang 'tidakmau' menunaikan zakat malnya selain Zakat Fitrah kepada yang berhak yakni fakir-miskin, untuk itulah dasar keimanan yang teguhlah yang dirasa mampu manjadi pemicunya agar manusia mau mengeluarkan hak fakir miskin yang 5 persen itu.

Akhirnya kita berharap kita tetap dan akan terus tetap menjadi seorang muslim sejati, yang tidak hanya sholat semata namun juga memenuhi kewajiban yang lain antara lain Zakat mal khusunya mengeluakan zakat panen padi yang dikeluarkan 5 % setiap kali panen.

Nabi Muhammad SAW Bersabda:
بنى الاسلام على خمس شهادة أن لااله الاالله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإتاء الزكوة وصوم رمضان والحج فى بيته (الحديث) او كما قال
(والله أعلم بالصواب)

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar