SERBA SERBI PILKADES 2016
“Kenalilah dirimu, maka lima puluh persen kemenanganmu, juga kenalilah
musuhmu, maka kamu akan memenangkan seluruhnya” (Ahli Politik).
Desa
merupakan bentuk pemerintahan kecil yang ada di kabupaten yang kepala
pemerintaha
nnya disebuat
dengan kepala desa, kepala desa ini yang akan memimpin desanya selama enam
tahun kedepan (UU DESA 2014), hal ini berlaku untuk Desa Poncoharjo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak
ini.
Pada 9
Oktober 2016 desa ini mengadakan pesta demokrasi yang diikuti oleh hampir seluruh
pemilik hak suara yang dengan berbondong-bondong datang ke TPS (Tempat
Pemungutan Suara) masing-masing.
Pada
periode ini PILKADES (Pemilihan Kepala Desa) Desa Poncoharjo diikuti oleh dua
orang kandidat saja yaitu Muhammad Mufid Yusuf dengan nomor urut satu dan Muhammad
Muslih dengan nomor urut dua.
Lihat juga:
Muhammad
Mufid Yusuf terkenal dengan ustad karena mengajar di Madrasah di Desa
Poncoharjo serta ikut dalam khutbah jum’at di masjid setempat, sedangkan
Muhammad Muslih terkenal dengan pengusaha bulu ayam yang dianggap cukup sukses
dengan lokasi
pengeringan
yang ada di Desa Poncoharjo tersebut.
PILKADES
tahun ini mempunyai catatan tersendiri setidaknya oleh penulis sendiri yang
penulis amati dari sekian tahapan mulai dari awal sampai akhir, pada catatan
kali ini akan penulis paparkan beberapa catatan baik yang berupa fakta maupun
kisah-kisah mistis sekitar pilkades, atau cerita-cerita dari warga yang tentu
kebenarannya masih dipertanyakan, haha... tak apalah aku catatkan disini
sebagai bumbu-bumbu catatan PILKADES yang tentu lebih segar untuk dibaca oleh
pembaca yang budiman, dalam catatanku pada PILKADES kali ini penulis berada langsung di
lokasi dari sejak tahapan pengumuman sampai dengan pelantikan calon terpilih.
Sejak
hampir tiga bulan sebelum hari H pencoblosan pihak panitia yaitu pada BPD
(Badan Pemberdayaan Desa-Penulis) dan perangkat desa sudah membuat pengumuman
pembukaan pendaftaran PILKADES, namun pada hari H cuma ada 2 kandidat saja
siapa mereka, yakni dua orang yang sudah saya sebutkan di atas.
Pada
hari hari sebelum kampanye tampak Desa Poncoharjo yang terdiri dari tiga dukuh
yakni dukuh Krajan (pusat pemerintahan-penulis), Dukuh Poncol dan Dukuh Dopang,
sudah tersebar baliho baliho kandidat yang cukup besar-besar bahkan tentunya
para kandidiat sudah membentuk team sukses masing-masing yang oleh masyarakat
setempat dikenal dengan gapit itu, tentu ada catatan–catatan menarik
dalam proses berlangsung para gapit
ini, ya gapit menjadi ujung tombak dalam kesuksesan keterpilihan
(elektabilitas) kandidat, tentu orang yang dianggap preman akan mengajukan diri
menjadi gapit karenanya
mereka akan mendapatkan dana segar tanpa harus ‘berkerigat’ dalam mendapatkan uang yang nilainya bisa
mencapai jutaan rupiah itu. Sebagai contoh salah satu preman menuliskan
beberapa catatan nama orang yang tentu namanya itu fiktif yang akan menjadi
pendukung sang kandiddat, tentu ini akal-akalan sang preman untuk mendapatkan
dana segar yang lumayan untuk kepentingan dirinya sendiri.
Selain
itu ada juga pemuda yang mengatasnamakan anak kampungnya mengajukan dana kepada masing-masing kandidat
untuk mendapatkan dana guna pembangunan posko kampung tentu saja pengajuan ini
akan diberikan oleh para kandidat untuk menjaga elektabilitas keterpilihannya
di PILKADES kali ini yang nilai rupiahnya bisa mencapai jutaan rupiah juga.
Pada
malam-malam setelah sang kandidat mendeklair dirinya untuk maju sebagai
kandidat kepala desa maka sang kandidat akan terus mengeluarkan uang untuk masa
jagong (kongkow), yang
berlangsung hampir dua bulan ini, lalu berapa rupiah yang harus dikeluarkan
oleh kandidiat pada masa-masa jagong itu, hemm...biar
ana ngambil kalkulator dulu...Ha..lumayan jutaan rupiah.
Pada
malam sebelum hari pencoblosan merupakan malam yang ditunggu masyarakat desa,
betapa tidak pada malam ini masyarakat akan disuguhkan tontonan menarik
sekaligus mendatangkan uang,
ya masyarakat akan mendapat uang politik dari tim sukses, pemilik hak suara
pada malam ini diberikan persuara Rp. 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah)
jika dihitung, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan satu anak yang
memiliki hak suara menjadi 450.000, ditambah uang yang sama dari kandidat yang
lain Rp.450.000 menjadi Rp.900.000, memang masyarakat akan mendapatkan uang
politik dari dua kandidat sekaligus, tidak hanya itu masyarakat pemilih akan
mendapatkan tambahan uang sebesar Rp.50.000 saat keluar dari pintu lokasi
pemilihan yang diberikan oleh perwakilan dari kedua kandidat, seperti yang
penulis amati dari wakil kedua kandidat yang satu memberikan ’amplop’ dan yang lain menuliskan (tepatnya menstobilo)
jumlah orang yang keluar pintu lokasi pencoblosan, jika ditambahkan dari dana
diatas satu keluarga bisa mendapatkan Rp. 1.050.000. Jika dikalikan dengan
seluruh pemilik suara yang berjumlah empat ribu lebih, maka bisa diprediksi
berapa uang yang harus dikeluarkan oleh kandidat...? Coba pembaca hitung
sendiri.
Namun
berdasarkan apa yang penulis dengar dari gapit masing-masing, bahwa
masing-masing kandidat mengeluarkan dana untuk menjadi kepala desa mencapai
1.700.000.000 ya, satu milyar tujuh ratus juta rupiah, wow jumlah yang
fantastis untuk menjadi lurah atau kepala desa, yang hanya enam tahun itu.
Tapi
meskipun dana yang harus dikeluarkan cukup besar namun ada harapan yang
diperoleh oleh kandidat jika terpilih menjadi kepala desa ya, bengkok sawah
yang mencapai 25 bau itu (sebelum
ada revisi Pergub/UU/sejenisnya,yang menyatakan bahwa bengkok dicabut sebagi
gaji lurah-penulis akan mengkaji kebenarannya) serta gaji berikut tunjangan-tunjangan dari
pemerintah masih dirasa cukup untuk mengembalikan dana politik yang cukup besar
itu.
Memang
masyarakat Demak terlebih masyarakat Desa Poncoharjo adalah masyarakat yang non
logis sehingga memandang pemilihan (Pemilihan apa saja dari kepala desa sampai
kepala Negara) dari berapa banyak uang yang akan mereka dapat untuk bisa
menyalurkan hak suaranya kepada kandidat, sehingga calon kepala desa hanya
dinilai dari uangnya bukan karena kinerja dan visi-misinya ke depan, untuk
itulah masyarakat jangan berharap banyak akan ada perubahan jika pemilihan desa
masih mengandalkan uang dan uang saja.
Disamping
pengeluaran yang sudah penulis tulis diatas ada pengeluaran-pengeluaran yang
lain yang harus dikeluarkan oleh kandidat antara lain saat pengembalian
formulir pendaftaran yang mencapai puluhan juta rupiah perkandidat untuk biaya
PILKADES tersebut.
Pada
hari pencoblosan semaraknya pemilihan desa begitu terasa ya, demokrasi uang
akan selalu menarik peminat, begitu berduyun-duyun mereka ke TPS untuk
mencoblos di masing-masing TPS. Memang pada kali ini bentuk TPS sedikit berubah
dari bentuk TPS pada pencoblosan sebelumnya, TPS kali ini diatur sedemikian
rupa yaitu TPS kali ini terdiri dari 9 TPS yang tersusun secara berurutan 1-9
yang akan diisi oleh kertas suara yang tercoblos dari RT-01/01 misalnya gang I
yang merupakan RT01 RW01 akan menempatkan kertas coblosannya di TPS 01 begitu
seterusnya, sehingga ketika pembacaan hasil suara akan terlihat jelas pada
kotak TPS 01 pendukung kandidat siapa, kotak TPS 02 pendukung kandidat siapa
dapat diketahui.
Pada
pembacaan hasil suara kotak TPS 1-5 hasil suara sudah jauh perbedaannya yang
pada awalnya dimenangkan oleh kandidat satu yaitu Muhammad Mufid Yusuf dengan selih suara
empat ratusan suara lebih hal ini menjadkan gelisah kandidat dua sedangkan
kandidat satu selalu tersenyum, padahal ini baru awal dari drama yang akan
menguras emosi pada pembacaan hasil suara pada TPS selanjutnya.
Mulai
pada TPS 06 yang merupakan TPS kampung Madrasah yang notabenenya adalah kampung
kandidat nomor dua, suasana mulai tegang ya, suara banyak berpihak pada
kandidat dua akhirnya secara telak kandidat dua menyusul tajam bahklan sampai TPS
Poncol kandidat dua menang sehingga selisih semakin tipis, bahkan hanya tersisa
selisih puluhan kecil saja, sampai TPS Dopang akhirnya kandidiat dua menjadi
kampiun
dengan selisih hanya
sebelas suara saja miris..
Pada
lanjutan tulisanku ini akan kami coba paparkan beberapa efek sosial dari PILKADES
2016 ini, apa itu ya.,..PILKADES membawa dampak yang cukup serius dalam
kehidupan sosial masyarakat desa yakni tentang kehidupan bertetangga, antara
lain yaitu:
·
Ada salah satu kisah, dalam
sebuah kampung seorang yang mempunyai kambing piaraan yang mempunyai kandang yang ditempatkan disamping pendukung lawannya, yang
ketika lewat untuk mengkandangkan hewan piaraannya harus melewati samping (torong)
pihak yang berlawanan, kemudian harus dilarang untuk melewatinya, sehingga pihak yang mempunyai hewan piaraan harus
rela membuat kandang di luar kampung yang cukup jauh dari kampungnya karena memang tidak mempunyai lahan
lagi untuk membuat kandang di
lahannya.
·
Cerita yang lain adalah ada
dua keluarga yang berbesanan dengan dukungan yang berbeda antara keluarga besan
satu dengan keluarga besan yang lain, setelah hasil pemilihan diumumkan yang
hanya berbeda sebelas suara saja, kemudian berdampak pada keluarga ini yakni akan terjadi konflik
dengan dua besan tadi, yang awalnya baik-baik saja kemudian terjadi konflik
yang berkepanjangan, ya...adalah anak dari besan tadi yang masih hidup serumah
dengan mertuanya namun mendukung kandidat yuang berlawanan dengan mertuanya
karena ngeboti dengan orang tuanya sendiri yang mendukung pihak yang
berlawanan dengan mertuanya sendiri padahal ia sendiri hidup dalam
keluarga mertuanya, maka ketika pihak lawan dari mertuanya yang menang maka
mertuanya itu tidak lagi mempedulikan menantunya itu.
·
Diantara kisah unik yang lain adalah bahwa salah satu kandidat
menjanjkan konser dangdut mewah jika mau memilih dirinya, sehingga para pemuda yang notabenenya suka denga dangdutan akan
memilih dirinya, benar saja cara ini menjadi cara yang jitu untuk menarik para voter (pemilih) pemuda untuk memilih dirinya, dan ini
terbukti, lain lagi bagi para kiai yang mendukung pihak yang menjanjikan
dangdutan dan menang maka,
para kiai itu disebut kiai dangdutan sindir para pemilih yang penduing pihak
berlawanan.
·
Kisah yang lain adalah anak
dari pihak yang pada pemilihan sebelumnya kalah dalam perebutan kursi kepala
desa menyebarkan uang untuk kemengan pihak yang lain yang pada pemilihan orang
tuanya tidak memilih orang tuanya, meski mereka adalah masih ada ikatan saudara, dan memang untuk itulah dia
menyebarkan uang agar saudara sendiri tidak menang demi membalas ‘sakit hati’
pada pemilihan sebelumnya.
·
Seperti yang saya sebut
diatas bahwa masing-masing kandidat menawarkan konser, kandidat satu menawarkan
konser sholawat Habib Syeh yang lainnya menawarkan Konser Dangdhut New Pallapa
yang merupkan kesenangan anak muda warga Desa Poncoharjo, selain itu salah satu
kandidat menawarkan kupon hadiah berupa Motor, Kulkas, dan barang-barang
lainnya yang akan dibagikan pada saat pemilihan selesai dan dimenangkan olehnya
hal ini tentu upaya untuk menarik pemilih kedalam lingkarannya yang dibagikan saat pembagian
uang politik pada malam harinya.
·
Kisah lain, salah satu
kandidat (coba tebak siapa,malah main tebak-tebakan) membuat acara yang
menurut mereka disebut Istighasah (memohon
pertolongan-penulis) yang berisi bacaan-bacaan dalam ayat Al Qur’an yang
agung dan ditambahkan bacaan-bacaan yang secara bahasa adalah bahasa jawa.
·
Tidak sekedar itu, tentu dari
pihak pihak yang mencalonkan diri sudah mencari orang-orang pintar untuk ‘minta
restu’ agar dirinya lulus dan lolos menjadi kampiun di pesta demokrasi ala wong
deso ini alias mejadi kepala
desa.
·
Salah satu kandidat
mengandalkan support atau dukungan dari banyak pihak tidak sekedar dukungan
pemilihan (ini seperti yang penulis dengar, kepastiannya tolong tanyakan
sendiri-kalau berani
hehe....) bahwa support dana berasal dari beberapa
pihak yang mendukung dirinya untuk maju yang berasal dari para donatur yang
dibilang orang orang kaya di desa tersebut sehingga praktis dana kampanyenya
dari sumbangan donatur yang cukup besar, disamping dari kantong pribadi yang
tidak bisa dibilang sedikit.
·
Kisah mistis lain adalah
kisah Wahyu Keprabon, alkisah sebelum arak-arakan salah satu kandidat
yang melewati kandidat yang lain, kandidat tersebut seperti susah melangkahkan
kakinya, baru saat kandidat yang lain melewati dirinya dan seberkas cahanya
masuk kedalam dirinya maka kandidat ini mampu melangkahkan kakinya menuju
lokasi pemilihan, lain lagi bagi beberapa orang yang melihat ketika waktu subuh
baru saja berlalu dari atas terlihat seperti lintang ngaleh (bintang
jatuh) jatuh kerumah kandidat yang
menang hal itu merka saksikan ketika mereka ingin buang hajat pada pagi hari,
ini yang penulis dengar ketika dia ngobrol dengan penulis.
Demikian
sedikit catatanku tentang serba-serbi PILKADES 2016 yang sedikit ini mungkin
dilain kesempatan akan kami catatkan kembali disini, mohon maaf untuk pihak-pihak yang terkait
dalam tulisan ini, bukan untuk membuka luka lama atau yang lain, ini hanya sekedar catatan yang
menjadi tanggungan moral seorang penulis untuk mendokumentasikannya agar
bermanfaat dimasa yang akan datang, trims.